Home » » Tadarus al-Qur'an Ramadhan Melahirkan Budaya Tadabbur

Tadarus al-Qur'an Ramadhan Melahirkan Budaya Tadabbur

Written By Amoe Hirata on Jumat, 09 Juni 2017 | 00.25

Tadarus al-Qur`an Ramadhan Melahirkan Budaya Tadabbur
AMALAN yang sudah mentradisi di malam bulan Ramadhan di antaranya adalah: Tadarus al-Qur'an. Pada umumnya, umat Islam menghabiskan waktu malam bulan agung ini dengan membaca al-Qur'an.

Jangankan sekarang, pada zaman ulama salaf saja, budaya membaca al-Qur'an di bulan Ramadhan begitu semarak. Imam Syafi'i misalnya, di bulan Ramadhan bisa mengkhatamkan al-Qur'an sebanyak 60 kali. Imam Malik, Ahmad pun dalam momen istimewa ini fokus membaca al-Qur'an.

Dasar pijakan tradisi ini bisa jadi dari hadits yang menyatakan bahwa setiap malam Ramadhan, Nabi Muhammad SAW biasa disimak secara langsung bacaannya oleh malaikat Jibril. Malah, menjelang wafat beliau, disimak hingga dua kali lipat (HR. Bukhari, Muslim).

Masalahnya kemudian, tanpa bermaksud mengecilkan tradisi membaca al-Qur'an di bulan Ramadhan, apa  iya makna "tadarus" sekadar membaca al-Qur'an, sehingga paling pol, hanya melahirkan budaya baca?

Padahal, jika ditelusuri secara etimologis, memang di antara maknanya kata "tadarus" adalah membaca al-Qur'an. Kendati demikian, ada makna lain yang lebih substansial -menurut penulis- yaitu : mengambil "daras" atau pelajaran.

Jika tadarus dipahami dengan pemahaman yang lebih substansial seperti ini, maka tadarus al-Qur'an di Malam Ramadhan, bukan saja melahirkan tradisi simaan dan baca al-Qur'an, tapi juga tadabbur al-Qur'an.

Nabi Muhammad, Sahabat serta ulama salaf setelah mereka, memang sangat antusias membaca al-Qur'an, tapi jangan lupa bahwa di balik kuantitas bacaan, mereka juga paham bahasa al-Qur'an sehingga "tadarus" mereka bukan sekadar membaca al-Qur'an, tapi sekaligus tadabburnya.

Maka tidak mengherankan jika ada kisah khusus di antara ulama salaf yang secara eksplisit punya tradisi membaca dan mentadaburi al-Qur'an di Malam Ramadhan. Abul Abbas bin Atha Salah satu imam shufi misalnya,  mengkhatamkan al-Qur`an di bulan Ramadhan 3 kali sehari disertai tadabbur (Ibnu Katsir, al-Bidaayah wa al-Nihaayah, XI/164).

Jika tadarus meningkat atau dipahami dengan proses pengambilan pelajaran dari al-Qur'an secara berkesinambungan, maka tidak menutup kemungkinan lahir budaya tadabbur al-Qur'an. Bukankah di antara tujuan al-Qur'an diturunkan untuk ditadabburi?

Memang tulisan ini tidak bermaksud menafikan sisi positif tradisi membaca al-Qur'an, hanya saja, kok lebih asyik jika tadarus Ramadhan meningkat ke ranah tadabbur.  Wallahu a'lam.
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Copyright © 2011. Amoe Hirata - All Rights Reserved
Maskolis' Creation Published by Mahmud Budi Setiawan