Home » » Berhati-hati dalam Berbahasa

Berhati-hati dalam Berbahasa

Written By Amoe Hirata on Rabu, 07 Februari 2018 | 14.16

"Apa yang ada di benak kita dengan kata 'pendeta'?" tanya Ahmad Sahida -Dosen Filsafat dan Etika Universitas Utara Malaysia-Indonesia dalam artikel rubrik 'Bahasa' (Majalah Tempo, 7/10/2012: 49) berjudul "Bahasa Agama Dua Serumpun". Ternyata, bila pemakaian kata 'pendeta' di Indonesia lebih diidentikkan pada pemimpin keagamaan agama Kristen, tapi di negeri Jiran Malaysia misalnya, kata 'pendeta' disematkan kepada Zainul Abidin Ahmad atau Za'ba karena kepiawaiannya dalam bidang bahasa.


[Za'ba adalah salah satu murid A. Hassan. Dalam buku "Pendita Za'ba dalam Kenangan" (1974: 118) tertanggal 30 September 1931, beliau berfoto dengan para pimpinan Persatuan Islam. Di foto itu di antaranya ada A. Hassan, M. Natsir, Za'ba dll]

Selain itu ada kata 'paderi', di Malaysia dipakai dengan makna pendeta. Tapi oleh orang Minangkabau digunakan sebagai padanan kata 'ulama'. Bahkan, kata 'muballigh' yang di Indonesia diidentikkan dengan pendakwah Islam. Justeru di Malaysia sinonim dengan misionaris.

Perlu ada kajian serius mengenai penggunaan kata yang bersumber dari agama secara tepat. Terlebih, jika serumpun dan satu agama.

Bagi Syed Muhammad Naquib al-Attas, bahasa itu sangat penting; bahasa mencerminkan hakikat kejujuran dan memiliki peran baik itu dalam merusak ilmu atau meneguhkannya (Majalah Islamia, Vol: XI. No: 2. Agustus 2017: 48).

Maka kita perlu berhati-hati dalam berbahasa. Utamanya bagi pakar bahasa yang menjadi penyusun kamus. Satu kata yang terdistorsi maknanya, akan merusak bahasa pergaulan, yang pada gilirannya berpengaruh pada level peradaban.
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Copyright © 2011. Amoe Hirata - All Rights Reserved
Maskolis' Creation Published by Mahmud Budi Setiawan