Home » , » "Kuncinya Ikhlas Mas!"

"Kuncinya Ikhlas Mas!"

Written By Amoe Hirata on Jumat, 17 Maret 2017 | 20.13

            MENJELANG senja, di sepanjang jalan KH. Abdullah Syafi’i, kendaraan masih terlihat padat merayap. Bunyi klakson bersahutan laksana katak di musim penghujan. Dalam koondisi demikian, aku tetap berjalan seperti biasa dengan santai dari kantor menuju depan Alfa Mart untuk menunggu mikrolet no 44 menuju terminal Kampung Melayu.

            Setelah lima belas menit menunggu, penantian pun akhirnya tiba. Seorang bapak paruh baya berseragam biru dengan ramah mempersilakan masuk di tempat paling depan di sampingnya. Di sela-sela perjalanan singkat ini, ada obrolan menarik antara aku dengan sang supir yang mengaku bernama Lasno itu.
            Pria asal Jawa Timur itu menceritakan banyak teman-temannya yang berprofesi menarik motor Go-Jek (atau angkutan motor lain yang berbasis online) meninggal dunia. Di antara sebabnya, telat makan, masuk angin bahkan paru-paru akut. Rata-rata yang meninggal itu lembur sampai larut malam.  Menurut pengalamanya, ia pernah melihat supir motor Go-Jek tiba-tibaambruk di jalan saat membawa penumpang.
            Setelah asyik bercerita, aku coba menghangatkan pertanyaan sederhana, "Pak, gimana penghasilan bapak saat angkutan online lagi marak?" Ia pun menjawab, "Yang jelas menurun, Mas!" jawabnya, datar. Terus, sejauh ini, apa alasan bapak bisa bertahan menjadi supir angkot yang bisa dibilang penghasilannya pas-pasan?” 
                     Dengan senyum simpul ia menjawab, "Kuncine siji mas (kuncinya satu Mas); IKHLAS. Hidup  keras dan  ketat gini, kudu ikhlas. Kalau ga ikhlas, pasti ga bakal betah. Al-hamdulillah, dengan bekal keikhlasan, aku masih istiqamah jadi supir angkot.” Selanjutnya, jawaban pria berambut lurus itu lebih mendalam, "Rejeki itu kan sudah ditentukan. Kita jalani aja dengan ikhlas, insyaallah ga bakal tertukar."
            Luar biasa. Kalau kata "keikhlasan" yang keluar dari lisan para dai, mungkin terasa biasa karena kadang antara nasihat dan kenyataan berbanding jauh. Lha ini sopir angkot, berbicara keikhlasan `kan lumayan super, karena mereka benar-benar mengalami langsung betapa kerasnya hidup di Jakarta, mereka bisa dikatakan sebagai “pelaku keikhlasan”, apa lagi profesinya supir angkutan umum yang sekarang kalah saing dengan angkutan-angkutan berbasis online.
            Setelah mendengar jawabannya, aku bertanya persoalan lain, "Menurut bapak, angkutan sejenis gojek bakal laris terus apa menurun?" Ia menjawab, "Aku kira ke depan makin turun. Aku pernah dari bebrapa  penumpang, banyak yang malas naik via online."
            "Kok bisa pak?" tanya ku penasaran. "Ya karena pelayanannya kurang bagus, pilih-pilih, kalau hujan ga mau ngangkut, kalau terlalu dekat juga gak mau, pokoknya banyak yang sambat lah. Makanya, ke depan angkutan online pun pasti turun kalau pelayanannya masih seperti ini."
            Aku sendiri pernah mengalami, karena ongkosnya terbilang murah (karena pada waktu itu ada bonus, yang biasanya bayar 25 ribu, waktu itu cuma 5 ribu), ditambah lagi jarak tempat kerja dan tempat tinggal ku lumayan  jauh, akhirnya sama tukang Go-Jek tidak diambil ordernya. Kuncinya memang pelayanan, kalau pelayanannya kurang baik, mana mungkin penghasilan naik.

            Dari Pak Lasno, aku mendapat pelajaran berharga: Pertama, sesusah apapun hidup yang kaulmu jalani, akan terasa ringan jika diiringi keikhlasan. Kedua, ga usah khawatir dengan rezeki, karena asal ikhtiar dan yakin kepada Allah, pasti akan bertemu juga. Ketiga, kerja, usaha, atau bisnis apapun namanya kata kuncinya adalah "pelayanan" terbaik. Jangan mentang-mentang usaha itu milik kita, lantas kita bisa berbuat semaunya. Kita ini makhluk sosial. Hanya yang pandai melakukan pelayanan sosial, yang tak akan gagal, insyaallah.
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Copyright © 2011. Amoe Hirata - All Rights Reserved
Maskolis' Creation Published by Mahmud Budi Setiawan